November kemarin menyakitkan, ibarat luka yang belum sembuh namun diteteskan air garam. Pedih. Orang-orang yang dzalim belum beranjak, duduk termangu dengan imajinya seakan apa yang terjadi adalah fana. Buntu, moralnya. Keliru, pikirannya. Seakan-akan ideologi yang ditanamkan selama bertahun tidak ada yang membekas sebiji zarah pun. Fitnah. Keji. Menyerahkan kepada yang Maha Kuasa, namun benak masih saja menghitung yang nisbi. Lucu. Tertawa.
Kemudian Desember datang. Menyapu puing reruntuhan sakit hati yang tersisa, membuangnya jauh-jauh agar lupa. Sedikit demi sedikit, itu berhasil. Namun orang-orang dzalim masih belum beranjak. Desember tidak sekuat itu untuk turut menyapu mereka, meskipun memelas, meskipun menangis, orang-orang dzalim masih berada di sana. Desember melupakan Januari yang selalu datang membawa gemuruh beriringan dengan kisruh, agar perang, agar hingar, agar bingar. Benar saja, Januari datang. Membawa angin badai, menerbangkan percaya diri yang kokoh, membawa hingar bingar, membawa bingung, membawa hati yang hancur. Hujan adalah rahmat, namun kenapa kita berharap paceklik datang? Hujan Januari ini berbeda dengan biasanya. Kali ini ia kejam dan tidak memikirkan apapun, tidak si baik hati, bahkan tidak si dzalim. Menghancurkan harapan-harapan yang telah dibangun, membelokkan persepsi. Aku berharap Februari tidak hujan. Bukannya aku menolak rahmat. Pasang-surut yang dibawa November, Desember, dan Januari, sudah terlalu besar. Aku tidak kuat menopangnya. Beban. Aku berharap Februari tidak hujan. Biar saja kering, agar orang dzalim tidak dzalim lagi. Bahkan lebih baik, agar tidak ada yang dapat didzalimi orang dzalim lagi. Aku berharap Februari tidak hujan. Biar aku tidak merasakan apa-apa. Tulisan di bawah ini saya tulis ketika saya mengambil mata kuliah Agama-Agama Dunia di kampus. Tulisan ini hanyalah ungkapan perasaan saya terhadap situasi keIslaman dini ini. Tulisan tersebut tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak manapun. Hope you like it. :) Agama-agama Samawi merupakan agama wahyu yang turun dari Tuhan, Islam merupakan salah satu bagian dari agama-agama tersebut, “Agama yang paling sempurna”, sebut mereka kaum fanatik yang candu terhadap doktrin agama Islam. Benar mungkin, kalau Islam adalah satu-satunya agama yang mengatur secara komprehensif mengenai jalannya hidup seseorang, bahkan hal seperti secuil kuku pun sejatinya diatur di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits – sayangnya, bukan mengenai itu yang ingin saya tuangkan dalam secarik lembaran putih ini. Namun mengenai cara Islam memandang semesta, tanah kita berpijak, udara yang kita hirup, ufuk di pelupuk mata, keindahan senja di ujung cakrawala, bahkan segala kenisbian dalam interaksi dimensi yang terjamah oleh kita – makhluk ciptaannya, – bukan diluar dari kepahaman kita terhadap semesta karena bukan kuasa kita untuk mengomentari apa yang sering disebut dengan Rahasia Illahi. Islam is a religion of peace – kepada frasa ini kita percaya. Meskipun di luar sana banyak sekali kaum ekstrimis Islam (Taliban, ISIS) yang mereka pikir akan fiisabilillah, sedang menghunuskan pedangnya ke udara sembari berkata Allahu Akbar, mengagungkan nama Allah, mencatut ayat-ayat Al-Qur’an secara parsial, yang mereka sendiri tidak pahami makna sejarahnya dan asbabun nuzul-nya – padahal mereka tidak lebih dari kaum jahiliyah, kaum yang bodoh. Bersandarkan dengan surat At-Taubah ayat 36, yang mengatakan bahwa harus memerangi kaum musyrik – sedangkan saudara kita, para Hazara Afghanistan yang dipenggal kepalanya, dilempari batu hingga mati oleh Taliban di Mazar-i-Sharif adalah beragama Islam, meskipun Syiah. Wahai saudaraku, musyrik mana yang kau perangi? Islam is a religion of kindness – kepada frasa ini kita berserah. Islam mengenali Habluminallahdan Habluminannas, hubungan kepada Allah secara vertikal dan hubungan kepada manusia secara horizontal. Kesempurnaan puja-pujimu terhadap Tuhan tidak akan pernah diterima jika masih ada kerabatmu yang tak kau sapa selama tiga hari berturut-turut, tidak akan diterima jika kau masih benci dengan tetanggamu, tidak akan diterima jika kau masih rakus dan kikir – seakan terlalu takut akan kehilangan harta padahal Allah sudah berjanji tidak akan pernah membuatmu hidup tidak berkekurangan. Islam is fair – kepada frasa ini kita hidup; jatuh – dan bangun. Tahukah engkau, wahai saudaraku, Allah itu itu adil, menciptakan segala sesuatu saling berkaitan dan berlawan, namun tidak pernah menciptakan kemiskinan, sebagaimana yang termaktub dalam QS Al-Najm ayat 43-48. Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis. Dialah yang mematikan dan menghidupkan. Dialah yang menciptakan laki-laki dan perempuan. Tahukah kau apa yang dia pasangkan dengan kekayaan? Dialah yang memberi kekayaan dan kecukupan. Bahkan dalam QS Al-Ashr ayat 6, yakinlah bahwa setelah kesulitan datang kemudahan. Islam is a religion of love – kepada frasa ini kita tunduk. Sebagaimana firmanNya dengan syahdu tertuang dalam QS An-Nahl ayat 90, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. – wahai saudaraku, masihkah kamu ingin berlaku tidak adil? Ingin menjadi culas di muka bumi ciptaanNya ini? Izinkanlah saya memberi lentera untuk menerangi gelapnya pemikiran saudara, Islam memang benar adalah agama yang sempurna. Tidak pernah sekalipun tergores dalam Al-Qur’an yang memerintahkan kalian untuk menjadi pribadi yang jahat, yang tidak terbuka dengan perubahan dan tidak peka terhadap kejadian sekitar. Islam yang saudara lihat di luar sana bukanlah Islam yang sesungguhnya. Ingatkah saudara dengan cerita pendek tentang wanita pelacur yang meninggal karena kehausan? Dia masuk surga hanya karena memberikan seekor anjing satu-satunya segelas air yang dapat dikonsumsi dalam musim paceklik. Masihkah saudara mau memerangi saudara yang lain hanya karena cekcok kecil dan ketidaksepahaman yang sebenarnya pun, jika ingin, dapat diselesaikan dengan damai. Suatu hadits mengatakan bahwa, Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan. Apakah engkau salah satu kaum musyrikin yang bukannya membangun dan menguatkan namun malah menghancurkan? Tidak pun sebagai sesama mukmin, ingatkah engkau saat sekolah dasar diajarkan ada tiga hal krusial dalam bersilaturahim; ukhuwah islamiyah; ukhuwah insaniyah; ukhuwah wathaniyah. Mengapa engkau menciderai satu dan lain hal hanya karena nafsumu belaka? Allah adalah dzat yang maha pemaaf. Tidakkah merah wajahmu ketika kau sadar bahwa kau masih jauh dari kata sempurna, ketika keberadaanmu yang nirmakna tidak lebih dari setitik debu dalam semesta yang tanpa batas ini – kau hanyalah suatu partikel kecil yang nyaris lebur dalam dimensi yang fana ini. Masihkah kau ingin sombong dan berlaku jahil dalam hidupmu yang sementara? Islam adalah agama yang sempurna. Itu yang kupercaya. Bagaimana dengan engkau? |
AuthorBorn with the name of Sri Purnama, but you can call me Nanna. I love music and sports, knowledges, books, poets, debating, and any other things that give me pleasure. I won't write too much about me, because it is irrelevant to read. Why don't you just read my stories, and let me know what you think? :) Archives
July 2020
Categories |